Rabu, 28 Desember 2011

Download disini

Minggu, 20 November 2011

View more ebooks on findebookee.com

Selasa, 01 November 2011


Download video clip Dadali Disaat Aku Mencintaimu

Rabu, 12 Oktober 2011

Madrasah Aliyah Negeri Ende akan memberikan pelayanan dan penampilan yang jauh lebih beda dari sebelumnya demi terwujudnya generasi yang cerdas yang dapat membangun masarakat yang berdaya saing dengan intelektual yang tinggi di kemudian nanti serta membangun masarakat muslim yang sejati yang kembali menjadikan islam sebagai agama yang sempurna untuk segala umat. Kita tahu bersama bahwa negara kita khususnya mulai di derai berbagai ujian dan cobaan. Jika saat ini kita tidak merubah dan menata pendidikan maka negara tak mampu untuk berubah. Bang Faryzh sangat berharap dan bercita-cita yang sangat tinggi untuk mengubah pendidikan di madrasah ini dengan lebih baik agar kecerdasan dan akhlaq yang mulia kembali terpupuk dan terjaga seperti harapan kita bersama. Semua ini akan menjadi indah jika usaha dan doa serta kerja keras terus kita tingkatkan demi ercapainya serta terwujudnya masyarakat indonesia yang berpendidikan dan tidak menjadi bangsa yang terbelakang dalam segala hal. wahai para pendidik marilah kita membangun peserta didik dan lembaga kita dengan lebih baik sehingga harapan yang kita serukan menjadikan siswa yang berpendidikan itu dapat terwujud. Sebagai Penulis punya berbagai harapan dan angan-angan yang tinggi demi tercapai semua ini dengan penuh kesuksesan.
wahai para pemimpin negara dan pemimpin masarakat teruskanlah usahamu untuk membangun negara dan marilah kita jangan membiarkan anak didik kita menjadi terbelakang, terpuruk dan terlambat serta lainya dalam segala bidang. Segala ketrcapaian harapan akan bisa di buktikan dengan nyata dan riil jika adanya rasa kebersamaan dalam membangun dan membina semua ini.
Suara kita akan didengar jika kita mampu mengubah sesuatu yang biasa menjadi suatu hal yang luar biasa. "Madrasahku Engkaulah Tempat Mengubah Yang Kecil Menjadi Besar dan Menjadikan Yang Besar Menjadi Cahaya Untuk Semuanya Sebab Tak Ada Seorangpun Yang Ingin Hidup Dalam Kegelapan".

Rabu, 21 September 2011

Sukarno, born Kusno Sosrodihardjo (6 June 1901 – 21 June 1970) was the first President of Indonesia. Sukarno was the leader of his country's struggle for independence from the Netherlands and was Indonesia's first President from 1945 to 1967. He was replaced by one of his generals, Suharto (see Transition to the New Order), and remained under house arrest until his death. Name The spelling "Sukarno" is frequently used in English as it is based on the newer official spelling in Indonesia since 1947 but the older spelling Soekarno, based on Dutch orthography, is still frequently used, mainly because he signed his name in the old spelling. Official Indonesian presidential decrees from the period 1947–1968, however, printed his name using the 1947 spelling. The Soekarno–Hatta International Airport which serves near Jakarta, the capital of Indonesia for example, still uses the older spelling. Indonesians also remember him as Bung Karno or Pak Karno.[3] Like many Javanese people, he had only one name; in religious contexts, he was occasionally referred to as "Achmed Sukarno".[4] The name Soekarno means "Good Karna" in Javanese. Sukarno as an HBS student in Surabaya, 1916. The son of a Javanese primary school teacher, an aristocrat named Raden Soekemi Sosrodihardjo and his Balinese wife from the Brahman caste named Ida Ayu Nyoman Rai from Buleleng regency, Sukarno was born at Jl. Pandean IV / 40 Surabaya, East Java in the Dutch East Indies (now Indonesia). Following Javanese custom, he was renamed after surviving a childhood illness. After graduating from a native primary school in 1912, he was sent to Europeesche Lagere School (Dutch-medium junior secondary school) in Mojokerto. When his father sent him to Surabaya in 1916 to attend a Hogere Burger School (Dutch-medium secondary school), he met Tjokroaminoto, a nationalist and founder of Sarekat Islam, the owner of the boarding house where he lived. In 1920, Sukarno married Tjokroaminoto's daughter Siti Oetari. In 1921 he began to study at the Technische Hogeschool (Technical Institute) in Bandung. He studied civil engineering and focused on architecture. In Bandung, Sukarno became romantically involved with Inggit Garnasih, the wife of Sanoesi, the boarding house owner where he lived as student. Inggit was 13 years older than Sukarno. On March 1923, Sukarno divorced Siti Oetari to marry Inggit (who also divorced her husband Sanoesi). And later on Soekarno also divorced Inggit and married Fatmawati. Sukarno graduated with a degree in engineering on 25 May 1926. In July 1926, with his university friend Anwari, he established the architectural firm Soekarno & Anwari in Bandung, which provided planning and contractor services. Among Sukarno's
architectural works are the renovated building of the Preanger Hotel (1929), where he acted as assistant to famous Dutch architect Charles Prosper Wolff Schoemaker. Sukarno also designed many private houses on today's Jalan Gatot Subroto, Jalan Palasari, and Jalan Dewi Sartika in Bandung. Later on, as president, Sukarno remained engaged in architecture, designing the Proclamation Monument and adjacent Gedung Pola in Jakarta, the Youth Monument (Tugu Muda) in Semarang, the Alun-alun Monument in Malang, the Heroes' Monument in Surabaya, and also the new city of Palangkaraya in Central Kalimantan. Atypically, even among the colony's small educated elite, Sukarno was fluent in several languages. In addition to the Javanese language of his childhood, he was a master of Sundanese, Balinese and of Indonesian, and especially strong in Dutch. He was also quite comfortable in German, English, French, Arabic, and Japanese, all of which were taught at his HBS. He was helped by his photographic memory and precocious mind.[5] In his studies, Sukarno was "intensely modern," both in architecture and in politics. He despised both the traditional Javanese feudalism, which he considered as "backward" and was to blame for the fall of the country under Dutch colonialism, and the imperialism practiced by Western countries, which he termed as exploitation of humans by other humans and is responsible for the deep poverty and low levels of education of Indonesian people under the Dutch. To promote nationalistic pride amongst Indonesian people, Sukarno interpreted these ideas in his dress, in his urban planning for the capital (eventually Jakarta), and in his socialist politics, though he did not extend his taste for modern art to pop music; he had Koes Plus imprisoned for their allegedly decadent lyrics despite his reputation for womanising. For Sukarno, modernity was blind to race, neat and Western in style, and anti-imperialist.[6]

Senin, 19 September 2011


Penulisan dan pengumpulan Al-Qur’an melewati tiga jenjang.
TAHAP PERTAMA.
Zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada jenjang ini penyandaran pada hafalan lebih banyak daripada penyandaran pada tulisan karena hafalan para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum sangat kuat dan cepat disamping sedikitnya orang yang bisa baca tulis dan sarananya. Oleh karena itu siapa saja dari kalangan mereka yang mendengar satu ayat, dia akan langsung menghafalnya atau menuliskannya dengan sarana seadanya di pelepah kurma, potongan kulit, permukaan batu cadas atau tulang belikat unta. Jumlah para penghapal Al-Qur’an sangat banyak
Dalam kitab Shahih Bukhari [1] dari Anas Ibn Malik Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus tujuh puluh orang yang disebut Al-Qurra’. Mereka dihadang dan dibunuh oleh penduduk dua desa dari suku Bani Sulaim ; Ri’l dan Dzakwan di dekat sumur Ma’unah. Namun dikalangan para sahabat selain mereka masih banyak para penghapal Al-Qur’an, seperti Khulafaur Rasyidin, Abdullah Ibn Mas’ud, Salim bekas budak Abu Hudzaifah, Ubay Ibn Ka’ab, Mu’adz Ibn Jabal, Zaid Ibn Tsabit dan Abu Darda Radhiyallahu ‘anhum.
TAHAP KEDUA
Pada zaman Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu tahun dua belas Hijriyah. Penyebabnya adalah : Pada perang Yamamah banyak dari kalangan Al-Qurra’ yang terbunuh, di antaranya Salim bekas budak Abu Hudzaifah ; salah seorang yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengambil pelajaran Al-Qur’an darinya.
Maka Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk mengumpulkan Al-Qur’an agar tidak hilang. Dalam kitab Shahih Bukahri [2] disebutkan, bahwa Umar Ibn Khaththab mengemukakan pandangan tersebut kepada Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu setelah selesainya perang Yamamah. Abu Bakar tidak mau melakukannya karena takut dosa, sehingga Umar terus-menerus mengemukakan pandangannya sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala membukakan pintu hati Abu Bakar untuk hal itu, dia lalu memanggil Zaid Ibn Tsabit Radhiyallahu ‘anhu, di samping Abu Bakar bediri Umar, Abu Bakar
mengatakan kepada Zaid : “Sesunguhnya engkau adalah seorang yang masih muda dan berakal cemrerlang, kami tidak meragukannmu, engkau dulu pernah menulis wahyu untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sekarang carilah Al-Qur’an dan kumpulkanlah!”, Zaid berkata : “Maka akupun mencari dan mengumpulkan Al-Qur’an dari pelepah kurma, permukaan batu cadas dan dari hafalan orang-orang. Mushaf tersebut
berada di tangan Abu Bakar hingga dia wafat, kemudian dipegang oleh Umar hingga wafatnya, dan kemudian di pegang oleh Hafsah Binti Umar Radhiyallahu ‘anhuma. Diriwayatkan oleh Bukhari secara panjang lebar.
Kaum muslimin saat itu seluruhnya sepakat dengan apa yang dilakukan oleh Abu Bakar, mereka menganggap perbuatannya itu sebagai nilai positif dan keutamaan bagi Abu Bakar, sampai Ali Ibn Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu mengatakan : “Orang yang paling besar pahalanya pada mushaf Al-Qur… Lihat seterusnya..’an adalah Abu Bakar, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi rahmat kepada Abu Bakar karena, dialah orang yang pertama kali mengumpulkan Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala.
TAHAP KETIGA
Pada zaman Amirul Mukminin Utsman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu pada tahun dua puluh lima Hijriyah. Sebabnya adalah perbedaan kaum muslimin pada dialek bacaan Al-Qur’an sesuai dengan perbedaan mushaf-mushaf yang berada di tangan para sahabat Radhiyallahu ‘anhum. Hal itu dikhawatirkan akan menjadi fitnah, maka Utsman Radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk mengumpulkan mushaf-mushaf tersebut menjadi satu mushaf sehingga kaum muslimin tidak berbeda bacaannya kemudian bertengkar pada Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akhirnya berpecah belah.
Dalam kitab Shahih Bukhari [3] disebutkan, bahwasanya Hudzaifah Ibnu Yaman Radhiyallahu ‘anhu datang menghadap Utsman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu dari perang pembebasan Armenia dan Azerbaijan. Dia khawatir melihat perbedaaan mereka pada dialek bacaan Al-Qur’an, dia katakan : “Wahai Amirul Mukminin, selamtakanlah umat ini sebelum mereka berpecah belah pada Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti perpecahan kaum Yahudi dan Nasrani!” Utsman lalu mengutus seseorang kepada Hafsah Radhiyallahu ‘anhuma : “Kirimkan kepada kami mushaf yang engkau pegang agar kami gantikan mushaf-mushaf yang ada dengannya kemudian akan kami kembalikan kepadamu!”, Hafshah lalu mengirimkan mushaf tersebut.
Kemudian Utsman memerintahkan Zaid Ibn Tsabit, Abdullah Ibn Az-Zubair, Sa’id Ibnul Ash dan Abdurrahman Ibnul Harits Ibn Hisyam Radhiyallahu ‘anhum untuk menuliskannya kembali dan memperbanyaknya. Zaid Ibn Tsabit berasal dari kaum Anshar sementara tiga orang yang lain berasal dari Quraisy. Utsman mengatakan kepada ketiganya : “Jika kalian berbeda bacaan dengan Zaid Ibn Tsabit pada sebagian ayat Al-Qur’an, maka tuliskanlah dengan dialek Quraisy, karena Al-Qur’an diturunkan dengan dialek tersebut!”, merekapun lalu mengerjakannya dan setelah selesai, Utsman mengembalikan mushaf itu kepada Hafshah dan mengirimkan hasil pekerjaan tersebut ke seluruh penjuru negeri Islam serta memerintahkan untuk membakar naskah mushaf Al-Qur’an selainnya.
Utsman Radhiyallahu ‘anhu melakukan hal ini setelah meminta pendapat kepada para sahabat Radhiyalahu ‘anhum yang lain sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud [4] dari Ali Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya dia mengatakan : “Demi Allah, tidaklah seseorang melakukan apa yang dilakukan pada mushaf-mushaf Al-Qur… Lihat seterusnya..’an selain harus meminta pendapat kami semuanya”, Utsman mengatakan : “Aku berpendapat sebaiknya kita mengumpulkan manusia hanya pada satu Mushaf saja sehingga tidak terjadi perpecahan dan perbedaan”. Kami menjawab : “Alangkah baiknya pendapatmu itu”.
Mush’ab Ibn Sa’ad [5] mengatakan : “Aku melihat orang banyak ketika Utsman membakar mushaf-mushaf yang ada, merekapun keheranan melihatnya”, atau dia katakan : “Tidak ada seorangpun dari mereka yang mengingkarinya, hal itu adalah termasuk nilai positif bagi Amirul Mukminin Utsman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu yang disepakati oleh kaum muslimin seluruhnya. Hal itu adalah penyempurnaan dari pengumpulan yang dilakukan Khalifah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu.
Perbedaan antara pengumpulan yang dilakukan Utsman dan pengumpulan yang dilakukan Abu Bakar Radhiyallahu anhuma adalah : Tujuan dari pengumpulan Al-Qur’an di zaman Abu Bakar adalah menuliskan dan mengumpulkan keseluruhan ayat-ayat Al-Qur’an dalam satu mushaf agar tidak tercecer dan tidak hilang tanpa membawa kaum muslimin untuk bersatu pada satu mushaf ; hal itu dikarenakan belih terlihat pengaruh dari perbedaan dialek bacaan yang mengharuskannya membawa mereka untuk bersatu pada satu mushaf Al-Qur’an saja.
Sedangkan tujuan dari pengumpulan Al-Qur’an di zaman Utsman Radhiyallahu ‘anhu adalah : Mengumpulkan dan menuliskan Al-Qur’an dalam satu mushaf dengan satu dialek bacaan dan membawa kaum muslimin untuk bersatu pada satu mushaf Al-Qur’an karena timbulnya pengaruh yang mengkhawatirkan pada perbedaan dialek bacaan Al-Qur’an.
Hasil yang didapatkan dari pengumpulan ini terlihat dengan timbulnya kemaslahatan yang besar di tengah-tengah kaum muslimin, di antaranya : Persatuan dan kesatuan, kesepakatan bersama dan saling berkasih sayang. Kemudian mudharat yang besarpun bisa dihindari yang di antaranya adalah : Perpecahan umat, perbedaan keyakinan, tersebar luasnya kebencian dan permusuhan.
Mushaf Al-Qur’an tetap seperti itu sampai sekarang dan disepakati oleh seluruh kaum muslimin serta diriwayatkan secara Mutawatir. Dipelajari oleh anak-anak dari orang dewasa, tidak bisa dipermainkan oleh tangan-tangan kotor para perusak dan tidak sampai tersentuh oleh hawa nafsu orang-orang yang menyeleweng.

Senin, 18 April 2011

MAN Ende sebagai lembaga pendidikan yang letaknya di kabupaten ende Nusa Tenggra Timur kemarin telah melakukan ujian nasional yang dibagi dalam empat kelompok jurusan yaitu jurusan IPA, Bahasa, IPS dan Keagamaan.Hari pertama melakukan ujian nasional dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk semua jurusan dan dijam kedua untuk jurusan IPA mata pelajaran Biologi, Jurusan Bahasa Mata Pelajaran Sastra Indonesia, Jurusan IPS mata pelajaran Sosiologi dan Jurusan Keagamaan mata pelajaran Fiqih dengan alokasi waktu yang di sediakan untuk setiap mata pelajaran 2 jam.Pengawas untuk ujian nasional untuk tingkat SMA/MA/SMK di kabupaten ende dilakukan silang murni artinya setiap guru-guru yang berada di masing-masing sekolah dikirim ke sekolah lain untuk melakukan pengawasan ujian nasional.Jumlah ruangan yang digunakan untuk ujian nasional tahun 2011 di MAN Ende sebanyak 15 ruangan dengan jumlah pengawas sebanyak 30 orang.

Selasa, 08 Februari 2011

Download disini

Minggu, 06 Februari 2011




Kisah bersama Tiga (3)sahabat baru di kota Dewata, tak terbayang olehku bahwa aku bakalan menemukan sahabat baru di kamar 104 yang sangat kebetulan kita semua pada bujangan & sangat asyik dalam memberikan senda gurau karena komplit saat itu sekamar dengan 3 tempat tidur 1 lemari dibagi 3 ruang dan masing-masing kami berasal dari daerah yang berbeda dengan 3 daerah yaitu Bali, NTB dan NTT konon menurut pemateri pada saat itu mengatakan bahwa NTB itu (Nasib Tunggu bali) & NTT (Nasib Tidak Tentu).
sahabat blogger ,,,,,,
memang kita semua boleh merencanakan tapi ada yang mengaturnya yaitu Allah SWT, tibalah saatnya tanggal 06 Pebruari 2011 jam 16.00 aku bersama sahabat dari Bali namanya Muhammad Haris dari MAN Patas Kabupaten Buleleng aku di ajak keliling menuju ke suatu tempat yang namanya Renong menurutnya tempat itu adalah Ikon untuk Kota Denpasar. Disana Kami mengambil sedikit gambar untuk menjadi kenang-kenangan saat aku akan meninggalkan kota Denpasar nanti.
Sahabat Blogger ,,,,,,
setelah melepas lelah dan menikmati keindahan di Renong kami teruskan perjalanan menuju ke Pante Kute wahh sagat menyenangkan sahabat semuanya sebab di sana aku bisa memandang jauh akan tanda-tanda kebesaran Allah yang saat itu juga aku jumpai dengan berbagai orang dengan corak dan warna kulit bahasa dan ekspresi yang berbeda.
Sahabat Blogger,,,,
ternyata kehidupan itu ketika di sadari semuanya akan indah pada waktunya....
kataku:"Tak akan sempurna hidup sempurna seseorang jika kita tidak memberikan kebahagiaan kepada orang lain".ok see u next time.

Recent Posts